ANALISA SWOT INTERNASIONALISASI BAHASA
INDONESIA
Masih
ingatkah bunyi butir sumpah pemuda mengatakan bahwa :
1. Kami
putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia
2. Kami
putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
3. Kami
putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Pasti
didalam benak kita bertanya-tanya, kenapa pada kalimat akhir itu tidak tertulis
“berbahasa satu bahasa Indonesia” seperti halnya dua kalimat yang sebelumnya.
Perlu kita ketahui, kenapa para pemuda tidak menuliskan seperti itu,
dikarenakan di Indonesia ini banyak ragam suku, budaya, maupun bahasanya. Jadi
setiap suku memiliki bahasa sendiri-sendiri untuk sarana komunikasi, misalnya
pada suku Jawa menggunakan bahasa Jawa,suku Sunda menggunakan bahasa Sunda.
Jadi dengan pemilihan kata yang tepat yaitu menjunjung bahasa persatuan, bahasa
indonesia itu sebagai bahsa global nasional, tidak semua orang mengerti bahasa
jawa, sunda ataupun yang lainnya, maka sebagai sarana komunikasi antar suku
bisa digunakan bahasa Indonesia.
Kita
patut berbangga karena kita memiliki bahasa sendiri untuk dijadikan bahasa
nasional, apalagi bahasa Indonesia merupakan bahsa yang besar di Asia Tenggara,
terbukti dengan lebih dari 220 juta jiwa menggunakan bahasa Indonesia. Tidak
seperti negara lain yang lebih maju dari kita, misalnya Singapura. Singapura
adalah salah satu negara maju yang tidak punya bahasa sendiri, “bahasa
Singapura”, jarang terdengar karena memang tidak ada. Namun bahasa Indonesia,
sering terdengar karena memang ada.
Bahasa
Indonesia sudah direncanakan menjadi bahasa internasional. Rencana
internasionalisasi bahsa Indonesia ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun
2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dari
hasil analisa SWOT internasionalisasi bahasa Indonesia mengatakan :
Ø
Strengths ( kekuatan )
Lebih dari 220 juta
jiwa kini telah menggunakan bahasa Indonesia, yang merupakan angka terbesar di
Asia Tenggara. Selain itu bahasa Indonesia sangat mudah dikuasai, tidak
mengenal kala, konjugasi maupun jenis kelamin kata benda. Lafal bahasa
Indonesia juga tidak sulit karena lebih tipis dan ringan. Sehingga orang asing
yang akan belajar menggunakan bahasa Indonesia akan mudah mempelajarinya.
Selain itu data lain yang memperkuat kedudukan bahasa Indonesia adalah
berdirinya berbagai fakultas studi ketimuran (faculty of oriental studies),
Kajian Asia Tenggara (South-east Asian Studies), dan pusat studi Indonesia
(Indonesian Studies) di berbagai perguruan tinggi di luar negeri.
Ø
Weaknesses ( kelemahan
)
Selain memiliki banyak
kekuatan menuju bahasa internasional, langkah ini juga banyak memiliki
kelemahan, karena dari sumber-sumber menyatakan kesulitan atau kelemahan bahasa
Indonesia menjadi bahasa Internasional adalah pada posisi dimana bahasa
Indonesia terjepit dengan bahasa melayu, memang hampir mirip, namun seharusnya
sudah bisa dibedakan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia. Selain
itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap langkah ini menjadi kelemahan yang
utama. Sehingga tebentuk proyek melindo,
yang hal ini hanya akan menghamburkan uang rakyat hingga triliunan rupiah tanpa
ada hasil yang bermanfaat.
Ø
Opportunities ( peluang
)
Peluang bahasa
Indonesia untuk menjadi bahasa Internasional sudah terlihat pada semakin
banyaknya Universitas di Luar negeri yang mengajarkan bahasa Indonesia. Hal ini
akan membuat bahasa Indonesia mudah untuk memasuki proyek internasionalisasi.
Ø
Threats ( ancaman )
Di mata dunia
internasional, bahasa Indonesia belum mempunyai nama, situasi ini di jelaskan
Dr. Widiatmoko. Sekarang beredar di kalangan guru BIPA (Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing), banyak peserta BIPA yang digiring pergi ke Malaysia. Orang
Australia misalnya, banyak yang membelanjakan uangnya untuk belajar bahasa
Indonesia di Malaysia. Malaysia juga memberikan penghargaan bagi para pemenang
lomba pidato bahasa Indonesia di luar negeri. Sungguh tidak dibenarkan anggapan
bahwa bahasa Indonesia sama dengan bahasa Melayu. Sekadar untuk contoh,
lihatlah kata seronok dalam film
upin-ipin dari malaysia yang kini disuguhkan kepada anak-anak Indonesia. Kata
ini digunakan di Malaysia dengan konotasi positif, sebaliknya di Indonesia
memiliki makna konotasi negatif. Patut disayangkan kata seronok dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI
III,halaman 1051) dengan makna positif.
Masih
ingatkah bunyi butir sumpah pemuda mengatakan bahwa :
1. Kami
putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia
2. Kami
putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
3. Kami
putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Pasti
didalam benak kita bertanya-tanya, kenapa pada kalimat akhir itu tidak tertulis
“berbahasa satu bahasa Indonesia” seperti halnya dua kalimat yang sebelumnya.
Perlu kita ketahui, kenapa para pemuda tidak menuliskan seperti itu,
dikarenakan di Indonesia ini banyak ragam suku, budaya, maupun bahasanya. Jadi
setiap suku memiliki bahasa sendiri-sendiri untuk sarana komunikasi, misalnya
pada suku Jawa menggunakan bahasa Jawa,suku Sunda menggunakan bahasa Sunda.
Jadi dengan pemilihan kata yang tepat yaitu menjunjung bahasa persatuan, bahasa
indonesia itu sebagai bahsa global nasional, tidak semua orang mengerti bahasa
jawa, sunda ataupun yang lainnya, maka sebagai sarana komunikasi antar suku
bisa digunakan bahasa Indonesia.
Kita
patut berbangga karena kita memiliki bahasa sendiri untuk dijadikan bahasa
nasional, apalagi bahasa Indonesia merupakan bahsa yang besar di Asia Tenggara,
terbukti dengan lebih dari 220 juta jiwa menggunakan bahasa Indonesia. Tidak
seperti negara lain yang lebih maju dari kita, misalnya Singapura. Singapura
adalah salah satu negara maju yang tidak punya bahasa sendiri, “bahasa
Singapura”, jarang terdengar karena memang tidak ada. Namun bahasa Indonesia,
sering terdengar karena memang ada.
Bahasa
Indonesia sudah direncanakan menjadi bahasa internasional. Rencana
internasionalisasi bahsa Indonesia ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun
2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dari
hasil analisa SWOT internasionalisasi bahasa Indonesia mengatakan :
Ø
Strengths ( kekuatan )
Lebih dari 220 juta
jiwa kini telah menggunakan bahasa Indonesia, yang merupakan angka terbesar di
Asia Tenggara. Selain itu bahasa Indonesia sangat mudah dikuasai, tidak
mengenal kala, konjugasi maupun jenis kelamin kata benda. Lafal bahasa
Indonesia juga tidak sulit karena lebih tipis dan ringan. Sehingga orang asing
yang akan belajar menggunakan bahasa Indonesia akan mudah mempelajarinya.
Selain itu data lain yang memperkuat kedudukan bahasa Indonesia adalah
berdirinya berbagai fakultas studi ketimuran (faculty of oriental studies),
Kajian Asia Tenggara (South-east Asian Studies), dan pusat studi Indonesia
(Indonesian Studies) di berbagai perguruan tinggi di luar negeri.
Ø
Weaknesses ( kelemahan
)
Selain memiliki banyak
kekuatan menuju bahasa internasional, langkah ini juga banyak memiliki
kelemahan, karena dari sumber-sumber menyatakan kesulitan atau kelemahan bahasa
Indonesia menjadi bahasa Internasional adalah pada posisi dimana bahasa
Indonesia terjepit dengan bahasa melayu, memang hampir mirip, namun seharusnya
sudah bisa dibedakan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia. Selain
itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap langkah ini menjadi kelemahan yang
utama. Sehingga tebentuk proyek melindo,
yang hal ini hanya akan menghamburkan uang rakyat hingga triliunan rupiah tanpa
ada hasil yang bermanfaat.
Ø
Opportunities ( peluang
)
Peluang bahasa
Indonesia untuk menjadi bahasa Internasional sudah terlihat pada semakin
banyaknya Universitas di Luar negeri yang mengajarkan bahasa Indonesia. Hal ini
akan membuat bahasa Indonesia mudah untuk memasuki proyek internasionalisasi.
Ø
Threats ( ancaman )
Di mata dunia
internasional, bahasa Indonesia belum mempunyai nama, situasi ini di jelaskan
Dr. Widiatmoko. Sekarang beredar di kalangan guru BIPA (Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing), banyak peserta BIPA yang digiring pergi ke Malaysia. Orang
Australia misalnya, banyak yang membelanjakan uangnya untuk belajar bahasa
Indonesia di Malaysia. Malaysia juga memberikan penghargaan bagi para pemenang
lomba pidato bahasa Indonesia di luar negeri. Sungguh tidak dibenarkan anggapan
bahwa bahasa Indonesia sama dengan bahasa Melayu. Sekadar untuk contoh,
lihatlah kata seronok dalam film
upin-ipin dari malaysia yang kini disuguhkan kepada anak-anak Indonesia. Kata
ini digunakan di Malaysia dengan konotasi positif, sebaliknya di Indonesia
memiliki makna konotasi negatif. Patut disayangkan kata seronok dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI
III,halaman 1051) dengan makna positif.