Minggu, 25 September 2011

ANALISA SWOT INTERNASIONALISASI BAHASA INDONESIA



ANALISA SWOT INTERNASIONALISASI BAHASA INDONESIA
Masih ingatkah bunyi butir sumpah pemuda mengatakan bahwa :
1.      Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia
2.      Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
3.      Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Pasti didalam benak kita bertanya-tanya, kenapa pada kalimat akhir itu tidak tertulis “berbahasa satu bahasa Indonesia” seperti halnya dua kalimat yang sebelumnya. Perlu kita ketahui, kenapa para pemuda tidak menuliskan seperti itu, dikarenakan di Indonesia ini banyak ragam suku, budaya, maupun bahasanya. Jadi setiap suku memiliki bahasa sendiri-sendiri untuk sarana komunikasi, misalnya pada suku Jawa menggunakan bahasa Jawa,suku Sunda menggunakan bahasa Sunda. Jadi dengan pemilihan kata yang tepat yaitu menjunjung bahasa persatuan, bahasa indonesia itu sebagai bahsa global nasional, tidak semua orang mengerti bahasa jawa, sunda ataupun yang lainnya, maka sebagai sarana komunikasi antar suku bisa digunakan bahasa Indonesia.
Kita patut berbangga karena kita memiliki bahasa sendiri untuk dijadikan bahasa nasional, apalagi bahasa Indonesia merupakan bahsa yang besar di Asia Tenggara, terbukti dengan lebih dari 220 juta jiwa menggunakan bahasa Indonesia. Tidak seperti negara lain yang lebih maju dari kita, misalnya Singapura. Singapura adalah salah satu negara maju yang tidak punya bahasa sendiri, “bahasa Singapura”, jarang terdengar karena memang tidak ada. Namun bahasa Indonesia, sering terdengar karena memang ada.
Bahasa Indonesia sudah direncanakan menjadi bahasa internasional. Rencana internasionalisasi bahsa Indonesia ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dari hasil analisa SWOT internasionalisasi bahasa Indonesia mengatakan :
Ø   Strengths ( kekuatan )
Lebih dari 220 juta jiwa kini telah menggunakan bahasa Indonesia, yang merupakan angka terbesar di Asia Tenggara. Selain itu bahasa Indonesia sangat mudah dikuasai, tidak mengenal kala, konjugasi maupun jenis kelamin kata benda. Lafal bahasa Indonesia juga tidak sulit karena lebih tipis dan ringan. Sehingga orang asing yang akan belajar menggunakan bahasa Indonesia akan mudah mempelajarinya. Selain itu data lain yang memperkuat kedudukan bahasa Indonesia adalah berdirinya berbagai fakultas studi ketimuran (faculty of oriental studies), Kajian Asia Tenggara (South-east Asian Studies), dan pusat studi Indonesia (Indonesian Studies) di berbagai perguruan tinggi di luar negeri.
Ø   Weaknesses ( kelemahan )
Selain memiliki banyak kekuatan menuju bahasa internasional, langkah ini juga banyak memiliki kelemahan, karena dari sumber-sumber menyatakan kesulitan atau kelemahan bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional adalah pada posisi dimana bahasa Indonesia terjepit dengan bahasa melayu, memang hampir mirip, namun seharusnya sudah bisa dibedakan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia. Selain itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap langkah ini menjadi kelemahan yang utama.  Sehingga tebentuk proyek melindo, yang hal ini hanya akan menghamburkan uang rakyat hingga triliunan rupiah tanpa ada hasil yang bermanfaat.
Ø   Opportunities ( peluang )
Peluang bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa Internasional sudah terlihat pada semakin banyaknya Universitas di Luar negeri yang mengajarkan bahasa Indonesia. Hal ini akan membuat bahasa Indonesia mudah untuk memasuki proyek internasionalisasi.
Ø   Threats ( ancaman )
Di mata dunia internasional, bahasa Indonesia belum mempunyai nama, situasi ini di jelaskan Dr. Widiatmoko. Sekarang beredar di kalangan guru BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing), banyak peserta BIPA yang digiring pergi ke Malaysia. Orang Australia misalnya, banyak yang membelanjakan uangnya untuk belajar bahasa Indonesia di Malaysia. Malaysia juga memberikan penghargaan bagi para pemenang lomba pidato bahasa Indonesia di luar negeri. Sungguh tidak dibenarkan anggapan bahwa bahasa Indonesia sama dengan bahasa Melayu. Sekadar untuk contoh, lihatlah kata seronok dalam film upin-ipin dari malaysia yang kini disuguhkan kepada anak-anak Indonesia. Kata ini digunakan di Malaysia dengan konotasi positif, sebaliknya di Indonesia memiliki makna konotasi negatif. Patut disayangkan kata seronok dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI III,halaman 1051) dengan makna positif.
Masih ingatkah bunyi butir sumpah pemuda mengatakan bahwa :
1.      Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia
2.      Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
3.      Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Pasti didalam benak kita bertanya-tanya, kenapa pada kalimat akhir itu tidak tertulis “berbahasa satu bahasa Indonesia” seperti halnya dua kalimat yang sebelumnya. Perlu kita ketahui, kenapa para pemuda tidak menuliskan seperti itu, dikarenakan di Indonesia ini banyak ragam suku, budaya, maupun bahasanya. Jadi setiap suku memiliki bahasa sendiri-sendiri untuk sarana komunikasi, misalnya pada suku Jawa menggunakan bahasa Jawa,suku Sunda menggunakan bahasa Sunda. Jadi dengan pemilihan kata yang tepat yaitu menjunjung bahasa persatuan, bahasa indonesia itu sebagai bahsa global nasional, tidak semua orang mengerti bahasa jawa, sunda ataupun yang lainnya, maka sebagai sarana komunikasi antar suku bisa digunakan bahasa Indonesia.
Kita patut berbangga karena kita memiliki bahasa sendiri untuk dijadikan bahasa nasional, apalagi bahasa Indonesia merupakan bahsa yang besar di Asia Tenggara, terbukti dengan lebih dari 220 juta jiwa menggunakan bahasa Indonesia. Tidak seperti negara lain yang lebih maju dari kita, misalnya Singapura. Singapura adalah salah satu negara maju yang tidak punya bahasa sendiri, “bahasa Singapura”, jarang terdengar karena memang tidak ada. Namun bahasa Indonesia, sering terdengar karena memang ada.
Bahasa Indonesia sudah direncanakan menjadi bahasa internasional. Rencana internasionalisasi bahsa Indonesia ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dari hasil analisa SWOT internasionalisasi bahasa Indonesia mengatakan :
Ø   Strengths ( kekuatan )
Lebih dari 220 juta jiwa kini telah menggunakan bahasa Indonesia, yang merupakan angka terbesar di Asia Tenggara. Selain itu bahasa Indonesia sangat mudah dikuasai, tidak mengenal kala, konjugasi maupun jenis kelamin kata benda. Lafal bahasa Indonesia juga tidak sulit karena lebih tipis dan ringan. Sehingga orang asing yang akan belajar menggunakan bahasa Indonesia akan mudah mempelajarinya. Selain itu data lain yang memperkuat kedudukan bahasa Indonesia adalah berdirinya berbagai fakultas studi ketimuran (faculty of oriental studies), Kajian Asia Tenggara (South-east Asian Studies), dan pusat studi Indonesia (Indonesian Studies) di berbagai perguruan tinggi di luar negeri.
Ø   Weaknesses ( kelemahan )
Selain memiliki banyak kekuatan menuju bahasa internasional, langkah ini juga banyak memiliki kelemahan, karena dari sumber-sumber menyatakan kesulitan atau kelemahan bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional adalah pada posisi dimana bahasa Indonesia terjepit dengan bahasa melayu, memang hampir mirip, namun seharusnya sudah bisa dibedakan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia. Selain itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap langkah ini menjadi kelemahan yang utama.  Sehingga tebentuk proyek melindo, yang hal ini hanya akan menghamburkan uang rakyat hingga triliunan rupiah tanpa ada hasil yang bermanfaat.
Ø   Opportunities ( peluang )
Peluang bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa Internasional sudah terlihat pada semakin banyaknya Universitas di Luar negeri yang mengajarkan bahasa Indonesia. Hal ini akan membuat bahasa Indonesia mudah untuk memasuki proyek internasionalisasi.
Ø   Threats ( ancaman )
Di mata dunia internasional, bahasa Indonesia belum mempunyai nama, situasi ini di jelaskan Dr. Widiatmoko. Sekarang beredar di kalangan guru BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing), banyak peserta BIPA yang digiring pergi ke Malaysia. Orang Australia misalnya, banyak yang membelanjakan uangnya untuk belajar bahasa Indonesia di Malaysia. Malaysia juga memberikan penghargaan bagi para pemenang lomba pidato bahasa Indonesia di luar negeri. Sungguh tidak dibenarkan anggapan bahwa bahasa Indonesia sama dengan bahasa Melayu. Sekadar untuk contoh, lihatlah kata seronok dalam film upin-ipin dari malaysia yang kini disuguhkan kepada anak-anak Indonesia. Kata ini digunakan di Malaysia dengan konotasi positif, sebaliknya di Indonesia memiliki makna konotasi negatif. Patut disayangkan kata seronok dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI III,halaman 1051) dengan makna positif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar