Selasa, 15 Oktober 2013

Kuliah Lagi atau Kerja?


Tiga hari setelah aku dinyatakan lulus, aku pulang kerumahku dengan membawa gelar sarjana. Ya, aku tidak langsung pulang kerumah setelah dinyatakan lulus, karena harus mengurus berkas-berkas yang harus dilengkapi untuk mendapatkan surat keterangan lulus. Ketika sampai rumah, keluarga ku telah menungguku diruang keluarga yang berada tepat ditengah-tengah rumahku yang berhiaskan tv 14 inch, ranjang dari anyaman bambu, dan karpet hijau yang membentang dilantai ruangan itu. Ternyata orang tuaku mengundang seluruh keluarga besarku untuk menyambut ku. Semua kakakku, ponakan, pakdhe, budhe, om, tante, satu-satunya nenekku dan sepupu-sepupu ku semua ada disitu, meski ada satu dua orang yang tak bisa hadir. Ketika kami berkumpul, ibu dan bapakku memulai pembicaraan seperti memberikan sambutan-sambutan dan ucapan terimakasih. Aku sangat terharu ketika ayah dan ibuku mengucapkan selamat kepadaku, ketika semua keluargaku menyempatkan waktunya hanya untuk merayakan kelulusanku. Senang sekali rasanya ketika baru menyadari bahwa mereka sangat menyayangi ku.
Selama kuliah 3 tahun 9 bulan di Undip Semarang aku akui keluargaku memang jarang menghubungiku, entah sekadar menanyakan kabar ku, kesehatanku dan apapun itu. Memang aku terkadang sangat merasa iri hati sama teman-temanku ketika mereka selalu ditelpon orang tuanya, bercandaan lewat telepon. Sering kali aku merasa kenapa keluargaku tidak pernah memperhatikanku, tak menyayangiku. Namun lagi-lagi anggapan aku itu salah besar, mereka tidak jarang menghubungi karena mereka mau aku konsentrasi dengan belajarku, tidak terganggu dengan kondisi dirumah. Karena mereka memang tau watakku yang sangat khawatiran dan tidak bisa berdiam diri ketika ada salah satu orang terdekatku mengalami masalah. Dan kini anggapan ku itu lagi-lagi ditepis dengan kehadiran dan penyambutan dihari kelulusanku.
Dihari berkumpulnya keluargaku, tante ku menanyakan “ kamu mau kuliah lagi apa mau kerja dulu le?” (le adalah panggilan anak lelaki di jawa) ucapnya dengan nada yang lembut. “ wah tan aku mau kerja aja, udah bosan dengan materi pelajaran,hehe” jawabku spontan sambil meringis. Hari itu pun berlalu, namun pertanyaan yang sama terlontar kembali, bukan dari tanteku, namun dari bapak dan ibuku yang saat itu kami sedang ngobrol-ngobrol ringan sambil menonton televisi. “Le, kamu mau kuliah lagi apa mau kerja dulu? Kalo mau kuliah lagi mumpung bapak dan ibumu masih sanggup buat biayaain kamu”. Ucap ayahku kepada anak bungsunya ini. Aku tidak langsung menjawab begitu saja, aku termenung sejenak sambil menoleh ke ibuku. “lah terserah kamu to le, kan kamu yang bakal menjalani, ibu dan bapak cuma bisa dukung kamu aja” ucap ibuku yang langsung mengerti maksudku menoleh kepada beliau. Aku kembali termenung, aku belum bisa menjawab pertanyaan itu dengan pasti. Kemudian obrolan itu dilanjutkan lagi dengan obrolan-obrolan kecil seperti kebiasaan kami bertiga dirumah. Dirumah kami memang hanya tinggal bertiga, kedua kakakku telah menikah dan nenek dan kakek yang dulu tinggal dirumah itu telah ditempat yang indah yang bisa memperhatikan cucunya dari atas sana.
Hari demi hari aku selalu memikirkannya, sampai aku kembali kekampus untuk mengurus segala tetek bengek administrasi kampus pun masih terpikirkan dengan pertanyaan itu. Aku tak henti berdoa dan minta petunjuk dari Sang pencipta Allah SWT. Akhirnya akupun mencoba ikut teman-temanku melamar pekerjaan yang saat itu test nya diadakan dikampus kami. Tidak hanya satu tapi beberapa perusahaan telah aku masukkan lamaranku. Hari demi hari aku mulai menyukai aktivitas ini. Kemudian disaat aku pulang kembali kerumah aku dengan percaya diri bilang ke orang tuaku aku ingin kerja, dan saat ini aku telah dipanggil untuk interview dengan user dan direksi disebuah perusahaan di Bandung. Orang tuaku sangat setuju dan mendukungku, tanpa ragu-ragu bapakku pun langsung memberikanku uang untuk membeli tiket kereta api. Aku semakin semangat dan berjuang agar orang tuaku bisa tersenyum karena aku bisa meraih sesuatu.
Satu hari sebelum interview aku berangkat ke Bandung dengan ditemani sahabatku Sasongko dari fakultas ekonomi Undip. Kami berdua berangkat naik travel, ya karena aku telah kehabisan tiket kereta api. Kami sampai di Bandung tengah malam, langsung kami di berhentikan disuatu hotel dekat dengan perusahaan itu. Kami berdua sama-sama tidak tahu daerah itu. Kami pun harus bertanya-tanya kepada setiap orang yang kami jumpai untuk menunjukkan arah yang kami tuju. Aku sangat gugup namun bersemangat, karena ini pengalaman pertamaku wawancara kerja. Sesampainya diperusahaan, seakan rasa semangat yang tadinya menggelegar hilang begitu saja, rasa guguppun juga sirna begitu saja. Yang ada hanyalah rasa ingin cepat menyelesaikan ini dan terus pulang kembali kerumah. Perasaan itu muncul karena perusahaan yang aku tuju tidak sesuai dengan ekspektasiku. Dalam sesi wawancara aku tetap memberikan yang terbaik meski dalam hati tidak menaruh harapan bisa diterima diperusahaan itu. Semua itu kulakukan karena orang tuaku telah susah payah memberikanku uang hanya untuk pergi mengikuti wawancara itu.
Akhirnya hari demi hari pun berlalu, perusahaan itu tak juga menghubungiku. Yah pasti aku ditolak! Dalam hatiku berkata. Semakin aku tertantang untu melamar pekerjaan, bahkan didalam laptopku telah terkumpul lamaran sebanyak 22 berkas lamaran untuk perusahaan yang berbeda-beda. Hari demi hari aku isi dengan lamar sini lamar situ, tak jarang pula aku harus wawancara keluar kota, misalnya Bekasi, Jogjakarta, Surakarta, dan Jakarta. Tak jarang juga aku gagal test dan ditolak. Namun aku tak patas semangat hanya karena itu, aku harus mempertanggungjawabkan pilihanku untuk bekerja. Disuatu sore ketika aku sedang asyik ngobrol dengan sahabatku dikamar kostku, aku ditelepon oleh sebuah perusahaan kertas di Serang Banten. Bahwa aku keterima disana dan diminta menandatangain kontrak kerja kekantor pusat di Tangerang. Mendengar berita itu tentu saja aku kegirangan, sahabatku pun ikut  bahagia. Aku tak langsung meng-iyakan tawaran itu, tentu saja aku harus minta persetujuan orang tuaku. Karena tanpa restu dari mereka aku tak akan melakukannya. Tak lupa juga aku solat Istigharah untuk minta petunjuk dari Allah SWT.
Hari untuk konfirmasi keperusahaan pun makin dekat, orang tua mendukung apapun keputusan yang aku ambil. Namun beliau selalu berpesan, aku harus hati-hati dan memikirkan matang-matang apapun yang aku ambil. Diwaktu yang bersamaan aku juga sedang menunggu konfirmasi dari perusahaan yang lain. Karena tak kunjung ada konfirmasi, akupun meng-iyakan tawaran kerja di Serang. Tentunya dengan dukungan dari orang tua dan kemantapan hati setelah solat istigharah. Namun rasa sedih pun menghampiri dalam dada, karena harus melewati bulan puasa ditempat kerja. Ya...setiap keputusan pasti ada resikonya, aku yakin bisa karena keluargaku nggak pernah meninggalkanku. Meskipun berada jauh disana, aku selalu merasa dekat karena mereka selalu dalam hatiku, selalu mengkhawatirkan keadaanku, dan sesekali meneleponku untuk berbicang-bincang denganku.
Keluargaku adalah hartaku paling berharga, tak akan tergantikan oleh siapapun, aku sangat menyayangi dan mencintai mereka.

Ingat... Allah selalu mempunyai rencana yang indah dibalik cobaan yang diberikan kepada kita. Allah memang tidak selalu memberikan apa yang kita inginkan, tetapi Dia selalu memberikan apa yang kita butuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar