Sabtu, 29 November 2014

My Family and My Best Friends Part 2

Kepergiannya..
Angin malam semakin liar menusuk-nusuk kulitku. Aku beranjak bangun dan menoleh ketempat pakaian-pakaian dijemur. Mereka melambai-lambai karena hembusan angin malam ini yang cukup untuk menerbangkan pakaian-pakaian itu. Namun angin itu tak sedikitpun membuatku untuk beranjak pergi dari tempat itu. Aku semakin terlelap menatap bintang-bintang malam dari lantai tiga gedung itu. Indah, itu yang aku rasakan kali ini. Mereka berkedip-kedip riang seakan memberi tanda kepadaku kalau mereka senang jika aku melihatnya. Mereka seakan mangajakku melupakan kenangan buruk masa lalu untuk tetap melangkah maju dengan ketegaran. Tentu saja itu hanyalah imajinasiku terhadap kedipan mereka kepadaku, aku selalu menerka-nerka apa yang mereka pikirkan terhadapku. Terhadap laki-laki yang hampir setiap malam menatap mereka dari kejauhan. Apakah mereka kasihan, takjub, ataukan malah menertawakanku? Ahh, entahlah aku tak perduli. Yang aku perdulikan mereka tetap setia disana menungguku untuk memperhatikan mereka, memperhatikan keindahan dan kecantikan mereka.
Perlahan tapi pasti, aku akan mengingat semua kenangan itu. Kenangan yang menyedihkan, yang membuat semuanya berubah total. Kenangan yang membuatku berubah dimata teman-teman dan keluargaku.
Ketika itu aku semester genap kelas 2 SMP dan kak Tania kelas 3 SMA. Seperti biasa aku menghabiskan waktu istirahatku diperpustakaan bersama Nur sahabatku. Ketika itu aku dipanggil salah seorang temanku dengan nafas terengah-engah karena berlari kesana kemari mencariku. Adi! Panggilnya dengan nafas tersendat-sendat. Kenapa Ron kau Memanggilku? Jawabku sedikit kebingungan. Aku disuruh Pak Amir untuk memangggilmu karena ada saudaramu datang mau menjemputmu. Pak Amir adalah guru wali kelasku. Aku semakin bingung dan takut, apakah aku melakukan kesalahan besar sampai pak Amir memanggilku. Namun kenapa ada saudaraku segala? Ucapku dalam hati. Ok Ron, aku akan kesana, makasih ya, sudah memberitahukanku. Kataku sambil bergegas pergi meninggalkan Roni dan Nur diperpustakaan. Dalam perjalanan menuju ke kantor pak Amir aku selalu berfikir macam-macam. Badanku berkeringat dan sedikit gemetar.
Setelah sekitar 5 menit berjalan aku sampai dikantor pak Amir wali kelasku. Aku mengetuk pintu, Asssalamualaikum Pak Amir, kataku dengan sedikit gemetar. Disana aku melihat Om Rano sedang berbincang dengan Pak Amir. Walaikumsalam Adi, kemarilah nak. Pak Amir menjawabku dengan gayanya yang kalem dan tenang. Kemudian Pak Amir langsung memberitahukanku kalau saudaraku menjemputku untuk segera pulang karena ada acara keluarga yang sangat penting. Aku semakin bingung gak karuan, apa yang terjadi? Sepertinya tadi waktu berangkat sekolah orang tuaku sama sekali tidak memberitahukanku ataupun kakakku kalau ada acara keluarga. Aku langsung beranjak pergi kekelas mengambil tas, dan pergi bersama Om Rano meninggalkan sekolah menuju kerumah. Namun aku semakin bingung, ini bukanlah jalan kembali kerumah melainkan ke sekolah kak Tania. Aku bertanya kepada Om Rano, Om kita juga mau menjemput kak Tania? Iya Di, jawab Om Rano seadanya. Aku tak banyak bicara maupun bertanya kepada Om Rano. Aku hanya diam mendekap punggung Om Rano di sepeda motor yang kami tumpangi.
Setelah 20 menit lamanya, kita sampai di sekolah kak Tania, Om Rano menyuruhku untuk menunggu di didekat motornya yang diparkir diparkiran sekolah kak tania. Beberapa menit aku menunggu mereka keluar dari gedung sekolah yang mewah dan besar itu. Yap! kak Tania mendapatkan beasiswa di sekolah SMA terbaik dan terfavorit di kotaku. Kemudian kami bertiga bergegas pergi dengan mengendarai dua motor berbeda, aku bersama Om Rano, sedangkan kak Tania mengendarai motornya sendiri. Memasuki perkampungan tempatku tinggal disana terlihat ramai orang yang berjalan searah dengan jalan kami. Aku semakin bingung, semakin bingung ketika mendekati rumahku karena banyak orang yang berbelok kerumahku. Namun berbeda dengan kak Tania, Dia spontan menghentikan motornya dan berlari menuju rumah dengan air mata sudah mengucur dimukanya. Aku semakin bingung tidak tahu apa-apa. Om Rano kemudian menggenggam tanganku menuju kedalam rumah. Sebelum sampai kedalam rumah aku mendengar jeritan tangis ibuku dan kak Tania. Ada apa ini, apa yang terjadi, aku buru-buru melepaskan genggaman Om Rano dan berlari menuju ke rumah.
Aku melihat seseorang dibaringkan di lantai ruang tamu di rumahku dengan ditutup dengan kain batik seluruh tubuhnya. Aku juga melihat ibu dan kakakku tak henti menangis. Sesekali ibuku tak sadarkan diri. Aku belum tahu pasti apa yang terjadi. Namun entah kenapa air mataku menetes dengan derasnya melihat semua kejadian ini. Om Rano memelukku, berbisik ayah sudah gak ada, ayah sudah meninggal, meninggalkan kita semua. Aku lemas seketika mendengar bisikan itu. Aku melepaskan pelukannya, tertunduk lesu dilantai sambil menangis. Aku mendekati ibu dan kak Tania. Aku memeluk mereka, aku ikut menangis bersama mereka. Kak Tania mendekati Tubuh ayah yang sedang terbaring, aku mengikutinya. Dia membuka kain batik itu, aku melihat wajah ayahku yang pucat, mata tertutup. Aku memanggilnya lirih, ayah ayah! kenapa kau tidur, disini banyak orang yang memperhatikan ayah. Kak Tania semakin melepaskan jeritan tangisnya, akupun tak kuasa membendung air mataku. Ibu mendekat dan memeluk kami, sayang, ayah sekarang sudah meninggalkan kita, lirih ibu dalam pelukan kami.
Aku masih terdiam sedih didekat jenasah ayah yang terbaring dilantai, aku tidak mau beranjak dari dekatnya, sesekali Om Rano mengajakku untuk berganti pakaian. Namun aku menolak, khas dengan gaya anak-anak sedang merajuk. Kak Tania juga tidak mau beranjak, dia hanya diberi kain oleh salah seorang tetangga, kain hitam sebagai kerudung untuk menutupi kepalanya. Aku tak pernah merasa sesedih ini selama hidupku. Jeritan tangisku semakin pecah ketika ayahku hendak dibungkus dengan kain putih. Aku menahan mereka tak membiarkan mereka membungkus ayahku dengan kain itu. Namun Om Rano memelukku dan menjauhkanku dari mereka yang hendak membungkus tubuh ayahku. Aku semakin marah seketika benci dengan Om Rano karena menghalangiku. Aku melihat Pak Amir bersama rombongan teman-teman sekelasku datang kerumahku. Aku juga melihat Nur yang langsung mendekatiku dan memelukku sambil terisak. Dia kenal dekat dengan ayahku, pantas saja dia juga merasa kehilangan. Dia tak berkata apa-apa hanya memelukku sambil menangis.
Beberapa orang memberikan sambutan di hari itu, namun aku sama sekali tidak mempedulikannya, aku hanya terdiam lemas di dekat peti ayahku. Ya ayahku sudah dimasukkan kedalam peti dan siap diangkat menuju ke pemakaman. Aku memanglah masih anak-anak. Namun aku tahu betul apa itu mati, siapa yang mati waktu itu dan bagaimana rasanya aku ditinggal mati oleh orang itu. Bersama ibu, kak Tania, Nur dan beberapa saudaraku. Kami duduk didekat peti ayah, sesekali aku melihat ibuku masih tak sadarkan diri. Kak Tania masih menangis bersama beberapa saudaraku yang lainnya. Aku hanya terdiam didekat Nur, aku sudah tidak bisa menangis, aku terlalu lemas untuk menangis.
Beberapa saat kemudian peti ayahku diangkat untuk dibawa menuju ke pemakaman disamping kampungku. Dekat, karena itu hanya berjalan kaki dan tidak perlu menggunakan ambulance. Sampai dipemakaman, ayahku langsung dimasukkan ke dalam liang yang sudah digali sejak pagi, aku kembali terisak tak rela ayahku dimasukkan kesana. Aku berontak, namun tak seorangpun sependapat denganku. Mereka tetap kekeh memasukkan ayahku kedalam  liang itu. Aku menangis dan menjerit, tertunduk ditanah pemakaman, khas dengan gaya anak kecil yang sedang merajuk.
Kak Tania mendekapku erat, seakan membisikkan masih ada kak Tania yang selalu jagain dede, dede jangan sedih lagi ya.

>><< 

Sabtu, 22 November 2014

My Family and Best Friend part 1

9 bulan 3 hari

Aku telah melalui hari-hariku disini. Dilantai dua kamar K211
Setiap malam selama sebulan terakhir ini selalu meyempatkan untuk ke lantai 3 tempat menjemur pakaian. Disana tidak beratap, karena itu aku senang kesana karena bisa melihat bintang malam dan terkadang pesawat yang sekadar melintas diatasnya.
Selama seminggu terakhir ini aku suka duduk-duduk dilantai ini, termenung dan mengingat masa-masa laluku.
9 tahun silam saat umurku 13 tahun, aku berhasil mendapatkan satu kursi SMP terbaik di kota ku. Tentu saja ayahku yang seorang guru PNS sekolah dasar, ibuku yang seorang ibu rumah tangga, dan kakakku seorang pelajar yang sedang menempuh bangku SMA kelas 2 bahagia dan bangga kepadaku. Hari pertama aku lalui dengan sangat baik. Kalo urusan adaptasi dan bersosialisasi aku memang bisa diandalkan. Di hari pertama aku langsung memiliki banyak teman. Tak sedikit juga senior-senior yang mengenalku. Hal ini aku warisi dari ayahku yang menempatkan sosialisasi menjadi agenda pentingnya. Masih ingat sekali ketika beliau berbisik kepadaku mencari teman sebanyak-banyaknya itu sangat penting, penting bagimu dan masa depanmu. Namun saat itu aku masih belum begitu paham dengan kata-kata itu. Aku hanya tau aku harus memiliki banyak teman.
Hari demi hari aku dapat lewati dengan sangat baik, ketika kenaikan kelas aku mendapatkan peringkat dua, masih kalah pintar dengan Gea teman wanita dikelasku yang bisa dibilang memiliki otak yang cerdas. Tentu saja aku masih merasa kurang, aku memang masih kecil, namun soal pertandingan aku tak pernah mau mengalah dari orang lain. Aku selalu ingin menjadi yang pertama. Kini aku kelas 2 SMP dan Kakakku Tania kelas 3 SMA.
Sudah 10 menit aku berbaring dilantai 3 gedung mess ini hanya menatap langit yang saat ini sangat cerah dipenuhi dengan berjuta-juta bintang. Aku bangun dan duduk sejenak ditempat yang sama, aku memperhatikan suasana sekitar, sepi, dan udara dingin sedikit menusuk kulitku yang hanya memakai kaos oblong dan celana pendek. Beberapa saat kemudian ada seseorang penghuni kamar lain mess ini datang menghampiriku. Adi! Apa yang kamu lakukan disini? Aku diam sejenak dan ngomel didalam hati, ngapain coba nanya-nanya, kepo banget sih. Hanya duduk-duduk saja. Jawabku datar dengan sedikit berusaha menyunggingkan bibir. Dia langsung beranjak pergi mengambil jemuran miliknya. Tentu saja aku merasa terganggu dengan kedatangan nya walau sebenarnya dia tidak bermaksud.
Aku kembali berbaring dan mengingat ulang masa-masa itu.
Setiap pagi aku selalu berangkat sekolah bersama kakakku yang mengendarai sepeda motor. meskipun tidak searah, kakakku tak pernah ngeluh untuk mengantarku ke sekolah. Aku memang sedikit kalah pintar dari kakakku, dia selalu mendapat juara kelas dan menjadi siswi teladan di sekolahannya. Bahasa inggris dia sangat jago, sedangkan aku belum begitu paham dengan mata pelajaran yang satu ini. Saat ini matematika adalah mapel yang sangat aku sukai. Aku selalu meyempatkan ke perpustakaan di jam istirahat bersama Nur sahabatku. Oya aku lupa belum menceritakan dia. Dia adalah sahabatku sejak aku masuk di sekolah ini. Dia sangat ramah dan baik kepada semua orang. Dia adalah orang pertama yang aku kenal waktu aku masuk sekolah ini. Kami sering bermain dan belajar bersama, tempat duduk saja bersebelahan. Rumah kami memang tidak dekat. Namun tidak jarang aku menginap ditempatnya dan begitu pula dengannya.
Berbeda sekali kehidupanku dengan kehidupannya. Dia terlahir dari orang tua yang sangat kaya, namun kekayaannya tidak membuatnya tidak mau berteman dengan orang-orang sepertiku. Sepertiku yang terlahir dari orangtua biasa dari kampung. Karena itulah aku suka berteman dengannya. Teman-teman yang lainpun juga suka dengannya karena kebaikannya.
Kali pertama aku bermain kerumahnya tak henti-hentinya aku memuji kagum akan keelokan dan kemegahan rumahnya. Ketika itu aku berencana belajar bareng Nur dirumahnya sekaligus menginap karena kebetulan esok hari adalah hari minggu. Aku pun sudah mengantongi ijin dari ayah dan ibu. Kami berdua dijemput oleh sopir Nur yang memang biasa mengantar jemput Nur sekolah. Setelah sampai depan rumahnya terlihat seorang satpam berbadan tegap membukakan pintu gerbang mewah warna keemasan yang mungkin tingginya sekitar 2.5 meter. Gerbang itu terlihat megah dengan ornamen-ornamen klasik layaknya gerbang istana raja. Aku semakin takjub ketika memasuki halaman rumahnya. Turun dari mobil aku langsung disambut taman bunga yang indah yang terdiri dari beragam bunga koleksi mamanya. Disamping rumah terlihat sebuah lapangan basket lengkap dengan ring basketnya. Dan disebelah taman terdapat jalan yang terdapat pohon-pohon palem menjulang tinggi yang berbaris rapi disepanjang pinggir jalan menuju garasi mobil yang terletak dibelakang rumah.
Tak sampai disitu, sebelum masuk rumah 2 lantai itu aku disambut sebuah pintu besar dari kayu yang diukir cantik.
Hei di! Ngapain bengong, ayo masuk. Anggap saja rumah sendiri ya! Gertak halus Nur sambil membukakan pintunya.
Oh i..iya Nur, aku takjub sama rumah kamu, gede banget dan mewah lagi. Jawabku sambil menengok sana-sini menikmati keindahan rumah Nur.
Sudah deh, jangan begitu. Ayo langsung kekamar aku aja kita ganti pakaian dulu, habis itu makan siang. mbak udah nyiapin makan siang.
Nur memang gak suka dipuji-puji seperti itu. dia juga tidak pernah menyombongkan dirinya didepan teman-temanya.
Mbak? Maksud kamu kakak kamu gitu? Wah kamu punya mbak to Nur? Tanyaku penasaran.
Bukan Adi, dia mbak yang bantuin beresin rumah sama nyiapain makan gitu, mamaku kan gak sempet di, soalnya sibuk ngantor terus sama papa.
Sampai dikamarnya pun aku tak hentinya dibuat takjub dengan kemewahan rumah ini. Kamar Nur sangat besar, bahkan ruang tamu digabung sama ruang tv dirumahku pun kalah besar dengan kamarnya yang dilengkapi dengan TV layar datar lengkap dengan seperangkat sound systemnya, meja belajar, beberapa lemari yang besar-besar, ada pendingin ruangan dan kamar mandinya. Kasurnya sangat besar dan empuk bak tempat tidur seorang pangeran dari kerajaan tersohor.
Adi aku turun duluan ya,ntar kalo kamu udah selesai gantinya kamu langsung turun aja ke ruang makan.
Ok! Siap boss!
Setelah selesai aku langsung turun ke lantai satu. Aku makan bersama Nur dan adiknya Ranita. Biasanya Nur hanya makan berdua sama adiknya. Karena papa dan mamanya sibuk mengurusi urusan perusahaan yang mereka rintis. Namun setiap malam mereka selalu berkumpul makan bersama. Dan setiap hari libur, mereka selalu jalan-jalan bersama entah ke pusat perbelanjaan atau rekreasi. Setelah usai makan Nur mengajakku ke belakang rumahnya untuk berenang sejenak sebelum kita memulai untuk belajar. Kolam renangnya sangat besar untuk ukuran kolam renang pribadi. Airnya juga jernih. Dilengkapi pemandangan taman disekitar kolam renang. Serta tampak garasi yang besar di bagian pojok belakang pekarangan rumahnya.
Tak terasa aku sudah hampir 15 menit berbaring ditempat ini. Namun semakin lama aku memandang langit semakin pula dia tak mau melepaskan pandanganku. Tak kusangka benar kata orang-orang, betapa indahnya ciptaan-Nya. Namun tidak jarang aku menyepelekannya. Yah aku merasa sangat kecil disaat seperti ini, tidak memiliki apa-apa dibanding dengan-Nya.
Aku memang bukan terlahir dari keluarga kaya, namun saat itu aku tidak pernah kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuaku. Adi kecil yang ceria, aktif. Saking aktif nya terkadang teman-temanku suka mengejekku hiperaktif. Aku sama sekali tidak sedih ataupun marah dengan ejekan itu karena aku akui aku memang sangat aktif. Aku juga tidak jarang menjaili teman-temanku dan kakakku sendiri. Mereka sering kali jengkel dengan polah jailku yang memang terkadang membuat geram orang yang aku jaili. Bahagia? Tentu saja keluarga ku sangat bahagia. Ayah dan ibuku tidak pernah menelantarkan kedua anaknya. Selalu ada waktu untuk berkumpul dan bercanda. Keluarga kecil ini selalu menyempatkan pergi jalan-jalan ketika hari libur tiba. Itu membuatku sangat bersyukur telah terlahir dari keluarga kecil sederhana ini.

>><< 

Minggu, 18 Mei 2014

Polisi Masa Kini

Sabtu, 10 mei 2014
hari ini aku bersama dengan teman se-perusahaan namun beda seksi sedang merencanakan perjalanan dari Serang (tempat tinggal kami) menuju ke kota Cilegon. Kami berencana untuk mencari toko batik keris dan tempat servis kamera digital.

Hari itu kami memutuskan ke tempat servis kamera terlebih dahulu karena letaknya yang jauh di kota Cilegon. Dalam perjalanan kami ngobrol apa saja. sampai akhirnya sampailah kita di kota Cilegon. selama berada dikota itu, laju kendaraan kami memang sengaja diperlambat karena mencari alamat tempat servis kamera. kami memang sudah tahu alamatnya dari salah satu rekan kami, namun kami belum tahu lokasinya. nah, diperjalanan yang lambat itu kita melalui perempatan dan aku melihat se onggok, eh salah (suka-suka aku lah) sesosok polisi yang sedang berjaga ditengah perempatan. aku melihat polisi itu sedang menyebrangkan kendaraan dari arah sebrang, dan menghentikan kendaraan dari arah kami. aku memang melihat itu, namun waktu itu polisi tersebut tidak menjulurkan tangannya tanda menghentikan kendaraan dari arah kami. Otomatis teman aku yang nyetir motor itu gak berhenti karena nggak ngeh kalo ada polisi yang menghentikan kami. lagian kita juga lagi sibuk nyari alamat. clingak-clinguk kaya orang kesasar. trus terompet eh peluit maksudnya, buat apa coba gak dipake sama tuh makhluk.

Alhasil, setelah melewati perempatan dan polisi, dia (polisi) itu meneriaki kami Wooooooiii!!! aku menoleh dan kemudian mengacuhkan (hehe). karena aku pikir, halah cuma masalah kecil ini, aku juga gak ngebut, surat-surat juga lengkap, helm juga makai. trus so what gitu loh!

Kita tetap berjalan dengan laju yang lambat sambil terus clingak-clinguk mencari tuh alamat. eh pas mau nyampai depan Super Mall Cilegon, kita di berhentikan sama tuh makhluk (polisi). Ternyata dari tadi dia ngejar kita dari belakang. mati lah gue, ternyata lagi ada yang ngejar setoran, hehe (padahal masih tanggal muda kan ya?) dia tau mangsa empuk tuh, soalnya motor yang aku tumpangi bukan plat daerah situ melaikan plat Medan.

kami digiring bak domba bersama gembalanya menuju ke perempatan tadi.
selamat sore pak! anda tahu tadi sudah melakukan kesalahan? tanya sang polisi
maaf pak, kami salah apa ya? jawab temanku yang memang gak tau kesalahannya.
tadi kalian berdua sudah menerobos aba-aba saya (siap grak, maju jalan!!) itu artinya kalian tidak menghormati polisi. trus habis itu kita dibacain pasalnya, memang ada sih, aku juga ngaku salah.

habis diomongin panjang lebar,dia mulai nulis di form tilang warna merah, tapi baru nulis beberapa kata, dia sok sibuk, keluar dari pos lah, sok-sok komunikasi sama polisi lain via walky talkie lah. intinya sih aku tau, dia ngasih waktu ke kita biar kita berfikiran untuk ngasih uang damai (SOGOKAN). kami tetap gak mau bayar, kan ntr tuh duwit cuma masuk kantong dia, gak masuk ke kas negara. sayang dong!! waktu dia lagi nulis, aku keingat pesan temanku dan om ku kalo ketilang dan kitanya ngaku salah, minta aja form yang warna biru. tuh form berfungsi sama kaya form merah cuma bedanya kalo form merah kita salah tapi gak ngaku, dan harus ikut sidang di pengadilan negeri (bukan agama ya) sedangkan form biru, kita salah dan mengaku. nah habis itu kita disuruh bayar senilai uang tertentu via atm langsung ke kas negara dan gak perlu ikut sidang.

Namun malangnya, ketika aku minta itu form biru, dia bilang tuh form sudah tidak berlaku lagi. yaudeh dengan tampang imut dan polosnya aku, aku nurut aja kalo itu form gak berlaku (dasar BEGO!). Setelah form merah terisi semua kita pergi balik ke Serang (temenku udah gak mood lagi ketempat servis camdig). dan ketemu sama temen-temen di MOS. disana kita cerita, dan apa coba? kita malah di bego-begoin katanya form biru itu masih berlaku. Sialan Berarti kita berdua tadi kena tipu sama tuh makhluk! dan setelah aku crosschek ke om ku yang orang polisi, katanya memang masih berlaku. kampret bener tuh polisi, akunya juga sih bego banget.

saran aku nih ya temen-temen, kalo kalian sama ketipu alias dibohongin sama polisi kaya peristiwa tragis (lebay) yang aku alamin diatas. kalian kenalan sama tuh polisi. tanya namanya, alamatnya kalo mau sih statusnya juga gak apa-apa, hihi

habis itu kalian minta foto bareng, nah fungsi nama sama itu foto. kalo itu makhluk nanyain buat apa, bilang aja jujur kalo : nanti saya mau nanya ke kepala polisi, apa bener form biru itu gak berlaku, foto dan nama bapak saya tunjukin ke kepala polisi kalo ini orang dalam foto mengatakan form biru sudah tidak berlaku. Aku yakin tuh makhluk bakal mati KUTU! hahaha

sekian.....
Terimakasih & Semoga Bermanfaat :)

Sabtu, 22 Maret 2014

teruntuk cinta

Teruntuk Cinta
(23 Mar. 14)

Aku mencintaimu..cinta
Sungguh mencintaimu

Tak kusangka diriku bisa mencintai seseorang seperti ini, sampai diriku takut untuk kehilangan cinta darimu. Hingga keegoisanku tak mau untuk melepaskanmu. Sudah beberapa kali aku jatuh cinta, namun sayang cinta itu hanya sementara.
Namun kini aku merasakan hal yang berbeda darimu cinta, aku sungguh tak kuasa menahan air mata ketika kamu sakit, ketika kamu sedih dan kecewa karena ku. Aku sungguh mencintaimu, namun tak tau bagaimana mengungkapkan dengan kata dan tindakan. Seandainya kamu tau, meskipun aku kadang menyebalkan, menjengkelkan dan sering berbohong namun aku mencintaimu.
Aku sering kali merenung, apa aku harus mengesampingkan keegoisanku. Aku sangat takut kehilanganmu, namun terlebih takut aku lebih menyakitimu jika ini diteruskan. Aku tahu kamu juga memiliki cinta untukku. Namun aku juga tahu kamu lebih sering sakit, sedih, menangis karena ku. Namun sekali lagi karena keegoisanku, aku tak rela melepaskanmu.
Kini aku ingin mengungkapkan kata-kata lewat tulisan ini, ya karena aku terlalu pengecut untuk mengatakan secara langsung padamu cinta. Aku ingin bertanya padamu, apa kamu bahagia disampingku? Apa kamu sering menangis karena ku? Jika kamu lebih sering menangis dan bersedih karena ku, aku kini rela untuk melepaskanmu jika itu bisa membuatmu lebih bahagia dan tenang. Namun ini bukan berrti mengurangi rasa sayang dan cintaku padamu cinta.
Aku hanya ingin kamu bahagia, entah disampingku ataupun tidak disampingku. Pepatah ‘cinta tak harus memiliki’ sepertinya memang cocok untuk ku.


Cinta.. aku mencintaimu
Dari kekasihmu

Yang selalu mencintaimu